Sabtu, 14 Maret 2015

Bagaimana Magang di Pabrik?


Bismillah..
Alhamdulillah sudah terhitung 34 hari aku magang. Senang sekali mengetahui keadaan lingkungan kerja yang sesungguhnya, tidak seperti di bangku kuliah dengan tekanan tugas dan mendengarkan kuliah dari dosen. Dunia kerja berbeda, lebih fleksible, banyak hal baru seperti kehidupan sosial dengan teman kerja, ada bercanda, serius, dan kerja sama.
Tempat mangku sekarang adalah milik keturunan Cina, banyak hal di pabrik yang mestinya bisa diperbaiki jika ada komitmen dari pimpinan, banyak kebohongan disana. Menurut Pak Tohir, seorang yang sudah 30 tahun bekerja disana dulu pabrik ini ketika masih dipegang oleh pemerintah karyawan berada dalam puncak kejayaan. Produk yang dihasilkan baik, kesehatan karyawan dan keluarga juga pendidikan anak-anak mereka di jamin oleh pabrik. Namun semenjak era reformasi semuanya berubah.  Seperti petaka dalam bunga tidur, seluruh fasilitas dicabut, aktivitas pendidikan agama juga tidak di dukung seperti dulu. Jam kerja yang padat namun ibadah yang kurang.
Aku mangang disana bersama dua orang kawanku di kampus.  Sebelum magang kami dihimbau untuk memakai perlengkapan keselamatan sendiri. Kami orang safety,  mahasiswa bidang kesehatan dan keselamata kerja (K3), ditugaskan magang selama 40 hari disana. Akhirnya kami membeli sepatu safety sendiri dengan harga miring, kami sudah bisa memakainya di hari pertama magang. Sedangkan helm safety , kami mendapatkan pinjaman dari pabrik.
Hari pertama magang, pertahanan jiwaku mulai goyah. Aku yang baru mengerti ilmu agama, mencoba menerapkannya dalam kehidupanku, menyesal kenapa dulu memilih K3 sebagai jurusan peminatan. Aku baru sadar, kehidupan kerja seorang safety officer adalah seperti ini nantinya. Berbaur dengan semua orang di pabrik dan bertugas menjaga keselamatan mereka dengan menerapkan teori yang ku dapatkan di pabrik. Mimpi buruknya adalah “semua karyawan, 80% adalah laki-laki”. WHAT THE....!!!
Astaghfirullah, aku telah membuat kesalahan. Pernah ku baca di sebuah artikel yang membahas tentang larangan campur baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat) dan calon pekerjaanku nanti sulit melepaspan diri dari namanya ikhtilat. Bagaimana ini? Akankah ilmu ini akan sia-sia? Sampai tiba masa, aku berharap jika Allah ta’ala mengizinka,  semoga suatu saat aku bisa bekerja di lingkungan mayoritas perempuan atau aku harus membuka usaha atau aku bekerja di kantor yang sedikit campur-baur.
Sebenarnya aku menyukai bidang ini. Aku ingin membawa perubahan pda dunia kerja yang selama ini tidak memperhatikan hak dari tenaga kerja. Mereka terpaksa bekerja tanpa perlindungan dan resiko kecelakaan dan kematian selalu menghantui. Telah banyak ku dengar tingginya angka kecelakan di konstruksi dan bencana lainnya di tempat kerja dan itu semua bisa dengan petunjuk dari Allah, kita bisa menghindarinya.
Hal lain yang ingin ku ceritakan, seorang yang nantinya bisa bekerja di lapangan, diriku alhamdulillh atas pertolongan Allah padaku, kini diriku telah dimudahkan untuk menutup aurat dengan benar. Sempat ku ragu dengan penampilanku ini,tidakkah benar apa yang dikatakan orang, tidak seharusnya seorang yang aktif dilapangan memakai rok, gamis dan ker, kerudung lebar. Ini sama saja membuat risiko bahaya untuk dirinya sendiri. Iya, aku pesimis, bisakah ya Allah? Mampukah diriku?

Aku yakin setiap petunjuk yang tertulis dalam Alquran dan Assunnah hanyalah manfaat yang akan aku dapatkan. Allah mewajibkan muslimah menutup aurat dan menghindari ikhtilat hanyalah demi kebaikan kami. Sungguh dunia ini hanyalah permainan semata, ilmu dunia dan bekerja hanyalah fasilitas memperoleh rizki  agar bisa menuntut ilmu agama. Taruhlah ia di kedua tanganmu tapi jangan di hatimu. Fitnah dunia hanya sebentar, bersabarlah jiwa, kelak engkau akan mendapatkan apa yang tuhanmu janjikan. Semoga Allah memberikan petunjuk dan pertolongan menjadikan sisa usia  ini hanya terus menuntut ilmu dan beribadah hingga bisa menggapai cintaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar