LDK, Pertama kali aku
mendengar namanya sudah terbayang ketakutan akan sekumpulan muslimah berjubah
panjang berwarna kelam, hitam abu-abu atau coklat dengan jilbab menjulur hingga
ke pinggang. Atau anggota laki-lakinya dengan celana cingkrang dan berjenggot
sangat khas sekali dengan ciri-ciri teroris yang sering ku tonton di telivisi.
Sekumpulan anak masjid yang rajin sekali datang pagi-pagi menunggu di depan
gedung registrasi mahasiswa baru yang akan memulai bangku perkuliahan. Sejak
SMA aku sudah diwanti-wanti oleh guru maupun kenalan kakakku yang pernah
menimba ilmu di kota ini agar aku berhati-hati dengan anak masjid. Jangan memakai
pakaian yang akan mengundang mereka untuk mengajakmu ke masjid kalau bisa
hindari ketika berjumpa dengan mereka.
Itu yang selalu
tertanam di kedalaman lembah otak dan pemikiranku, tanpa mencari tahu
kebenarannya aku meyakini apa yang merka katakan karena mereka lebih dewasa
pasti benar dan lebih tahu. Selama kuliah hidupku statis, cukuplah hanya dengan
sholat setiap hari walau kadang diakhir waktu dan sesekali membuka lembaran
kitab suci beberapa minggu sekali.
Benar kata buku yang
pernah kubaca, “jangan menilai kesalahan seseorang mewakili seluruh bagian
kelompoknya, Dont judge book by the cover”. Pelajari dan selami dulu baru boleh
menilai. Di ujung masa kuliah, sedikit pikiran ini terjernih. Dimulai dari
pendekatan mengenai pemakmur masjid kota gudek Jogja, aku mulai tertarik dengan
mereka. Sangat rela kuliah tertunda, asalkan bisa memperoleh ilmu yang
benar-benar bermanfaat bagi umat, bahkan ada yang sudah berjanji kepada orang
tuanya untuk terlambat lulus satu tahun. subhanllah, aku penasaran apa gerangan
mereka rela padahal mahasiswa yang lain berlomba-lomba berpacu seperti kuda
perang agar lulus secepa-cepatnya.
Pengalaman pertamaku
ke masjid kampus, di awal tahun di sebuah masjid kecil di pelataran fakultas,
mengajarkanku tentang najis, ilmu yang sudah lama tak ke dengar sejak ku
tinggalkan Tsanawiyah. Tergerak hati ini, aku ingin belajar ilmu agama lagi,
ilmu sudah lama tak ku dengar, denyut-denyut ilmu yang ku rindukan. Prosesny
berlangsung sebentar, hanya 30 menit padahal aku ingin berlama-lama di masjid
itu. Lama tak ku dengar temanku itu mengajak kembali ke masjid. Aku rindu,
ingin memasuki rumah allah. Hari demi hari berganti, kenapa dia tidak
mengajakku lagi. Hufft... L.
Sore hari di lobi
kampus, datanglah teman yang lain menhampiriku, menawarkan datang ke majlis
ilmu, datang pada mereka yang di awal kutakuti. Dia bahwan menawarkan untuk
menjemputku, tak apa jika aku menggunakan celana bukan rok panjang yang sering
mereka pakai. Awal tiba disana, aku kikuk. Hanya beberapa orang saja yang ku
kenal. Sempat aku meremehkan mereka, ada seorang penceramah di depan majlis
tapi kenapa mereka yang berjubah panjang ada yang tidak menyimak isi tausiyah.
Kemuadian tak ku pedulikan mereka, biarlah aku ingin mendapatkan ilmu disini.
Selesai majlis mataku berembun, inilah islam yang telah lama ku genggam tapi
tak dikenal. Islam yang indah, dengan pegangan yang tidak akan membuat umatnya
kebingungan mengenai dasar ilmu kehidupan. Sore itu, ku teguhkan perasaan ini.
Saatnya berubah, membersihkan lumut dosa di sepanjang umur ini dan belajar
bersama mereka tentang islam yang suci.
Jember, 19 Agustus
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar